Tuesday, February 11, 2025

Perbekalan Terbaik

 

Aku pikir selama ini aku sibuk. Ternyata, aku hanya sok sibuk. Sadar, banyak hal sudah aku lewatkan.


Melihat teman-teman yang sama-sama tarbiyah sejak awal, sewaktu di Surabaya, apalagi jaman kuliah dulu, duh ! mereka sudah melesat jauh dariku. Akhlaknya, ilmunya, hafalan Qur'annya, penampilannya. Jangan tanya bagaimana aku lah, yaaa. Murobbi-ku dulu, Mbak Fitri bundanya Mas Azzam, bagaimana kabarnya, ya ? Beberapa tahun terlewat begitu saja sebab memberatkan pekerjaan rumah yang selalu berkejaran dengan kedipan mata. Diri yang sering terbuai oleh kesenangan hidup. Tenggelam dalam riuh dunia hingga lalai dan abai. Sampai lupa kalau aku punya mimpi ingin membangun rumah di Surga.



Segala puji hanya untuk Allah. Dua tahun lalu, aku memberanikan diri untuk mulai melangkah lagi. Aku coba ketuk perlahan. Biidznillah, Allah bukakan lagi pintunya. Tempat dimana aku bisa belajar lagi. Aku berpikir, jika Diba yang masih duduk di taman kanak-kanak saja berani untuk mulai menghafal, mengapa aku sebagai ibunya tak turut mengusahakannya ? Lalu pelan-pelan kuperbaiki pula niat ini. Mengingat dan mengevaluasi kembali semua kealpaan dimasa lalu bersama takdir-takdir terbaik yang pernah Allah beri. Sebagai langkah tholabul ilmi untuk bekal melaksanakan amalan.


Beberapa kali, undangan kajian masuk dalam pesan whatsapp. Inginnya bisa menghadiri semuanya. Sayang, seringkali kalah dengan lelah. Baru bisa pergi kajian ke tempat-tempat yang dekat dengan rumah. Kajian di sekolah Diba, salah satunya. Saat mama-mama yang lain dengan mudah datang seorang diri, aku justu datang bersama si bungsu, sebab aku tak bisa meninggalkannya sendirian di rumah. Banyak kekhawatiran kalau-kalau dia tak nyaman duduk berlama-lama. Tapi, Masya Allah. Beberapa kali datang kajian, terkadang ia duduk dipangkuanku dengan tenang tanpa menangis atau dia justru tertidur.


(Related Post : Memorizing Qur'an )


Hari ini, aku datang kembali ke tempat yang sama. Dan takwa menjadi bahan perbincangannya. Melihat mama-mama yang lain datang dengan semangat, tekadku juga semakin kuat. 


Sharing Session


Seminar Parenting 


Sederhananya, takwa adalah sebuah keyakinan penuh tanpa tapi. Sebuah sikap penjagaan diri seorang hamba dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Tentu mudah ku ucapkan, tapi belum tentu mudah ku amalkan. Butuh komitmen yang harus terus menerus diupayakan dan dijaga, khususnya dalam peribadatan kepada Allah, seperti tujuan awal penciptaan kita. Bahkan, Allah sendiri yang memberi jaminan kepada pribadi-pribadi yang bertakwa bahwa ia akan mendapatkan solusi dari setiap masalahnya dan juga mendapat rizki dari arah yang tak terduga. Ia akan diberi ketenangan meskipun sedang menghadapi urusan dunia yang tak ada habisnya. Allah akan muliakan dirinya atas kesabarannya. Allah akan karuniakan pahala kesabaran atas ketakwaannya.


Sementara bagiku, takwa itu sangat personal. Aku tak punya privilege untuk menilai takwa manusia lain, tetapi aku tetap bisa mengupayakannya. Untuk diriku, kedua orang tuaku dan keluarga kecilku. Ikhtiar yang akan aku upayakan sepanjang usia. 


Sebab, aku merasa beruntung menjalani dewasa dimasa kini. Betapa luasnya ilmu Allah. Dapat kita temukan dimana saja. Semuanya relatable dengan kehidupan yang manusia jalani. Sebagai seorang ibu, semakin ku sadari pula bahwa mendidik anak tanpa landasan agama dan akidah yang baik, kita akan sulit menjadi orang tua yang kuat. Tinggal bagaimana kita belajar 'membaca peta' agar tak sesat dalam rimba informasi. Terus menerus perbaiki niat dan intens membaca sumber-sumber pengetahuan utama yaitu Al-Qur'an & Siroh yang isinya adalah lautan ilmu. Menghadiri kajian agar hari-hari penuh demi menghidupkan kembali spiritual awakening  dalam diri. 


Mari kita upayakan Living in The Zen Life itu. Kesibukan tak boleh membuat kita lupa tugas kita sebagai hamba. Tak perlu menunggu diri sempurna untuk mulai mempersiapkan perbekalan terbaik. Semoga Allah senantiasa membuat diri kita istiqomah di atas jalan-jalan yang Dia sukai. Memudahkan kita bertakwa sampai akhir usia. Hingga mimpi indah itu bermanifestasi menjadi Surga yang nyata ~


“Dan berbekallah, sungguh sebaik-baik bekal adalah takwa” (QS. Al-Baqarah 197)

Monday, December 23, 2024

Hadiah Paling Manis


Pengalaman pertama selalu lebih kuat merekam kenangan



Aku sudah mengaguminya sejak kelahirannya...



~ Hadiah Paling Manis ~


Ya, dia adalah cerita dan cinta pertama. Kabar gembira sekaligus pergulatan menghadapi rasa cemas untuk pertama kali bagi ayahnya dan aku ibunya. Sejak Pemilik Semesta mempersilahkannya hadir ke dunia, ia menjadi pengalaman pertama yang membuat kami mengambil banyak pelajaran. Doa yang ayahnya panjatkan, doa yang aku langitkan, doa dari banyak orang yang dihadiahkan untuknya, doa-doa yang sampai ke telinganya menjelma menjadi ekspektasi tanpa jeda. Dia, si anak pertama yang menjalani hari-hari penuh perhatian. Meskipun ia justru tumbuh dan belajar banyak hal sendirian.


Senyum itu merekah ketika si adik lahir, sebab ia tahu akan punya teman bermain. Barangkali, ia tak pernah berpikir sedikit pun bahwa keadaan akan berubah. Hari-hari yang penuh perhatian, sejak saat itu harus rela ia bagi. Hari-harinya tak hanya menjadi ramai, tetapi juga penuh uji nyali. Ia harus berbagi mainannya, ia harus berbagi makanan kesukaannya. Suara keras ibunya saban hari bagai menembus lapisan teratas bumi, hanya untuk memintanya mengalah dan memahami adik. 


Dia, si anak pertama yang lebih banyak menyimpan perasaannya sendiri. Bukan pendiam, tetapi memang tak pernah terang-terangan menyuarakan keinginannya. Ia amati semua dalam diam dan tetap ia upayakan sendiri. Pernah suatu ketika hujan turun cukup deras, dia ingin Magrib di masjid seperti biasanya dan aku melarangnya pergi sendiri. Hatinya mungkin jadi sedikit rapuh, sebab yang ingin ia tuju belum sampai. Setengah jam kemudian, aku melihat payung kecilnya basah. Rupanya ia tetap pergi diam-diam. Seringkali juga, suara air mengalir dan denting piring terdengar dari dapur, eh ternyata dia belajar mencuci piringnya sendiri sambil menjinjit. Seolah ingin membuktikan bahwa ia bisa melampaui batasan dalam dirinya. 


Dia, si anak pertama yang sedari kecil tertarik dengan warna. Momen ulang tahun yang kedua adalah pertama kalinya ia memegang bermacam peralatan menggambar dan mewarnai. Ia juga senang mandi hujan dan berlarian kesana kemari seperti anak-anak lainnya. Satu setengah tahun belakangan, ia sedang berupaya menghafal Juz Amma, tanpa pernah berucap ingin menjadi apa. Sudah lebih dua puluh lima Surah. Sebuah hadiah paling manis yang ia berikan untuk ayah ibunya.


~ Dia yang selalu 'mewarnai' hari-hari Ayah & Ibunya ~ 


~ Kue Cantik untuk Si Anak Manis yang Wisuda Tahfidz ~


Selama enam tahun, ia tumbuh dalam kesederhanaan dan pembiasaan dalam kondisi apapun. Ternyata ia lebih kuat dari yang ku duga. Si pengamat paling ulung dan representasi kakak yang galak ! Ya, dia adalah rival terbaik bagi adiknya. Kadang akur, banyak usilnya. Anak pertama yang sering diajak bicara serius oleh ibunya meskipun ia masih terlalu kecil untuk memahaminya. Mungkin, aku tak selalu pandai memahami pikirannya, tapi yang aku tahu pasti, dia adalah anak pertama yang paham betul atas apa-apa yang ia mau. Dan itu mengagumkan !


Hari-hari bergulir menuju tanggal ini : dua puluh. Di Jumat minggu ketiga Desember tahun ini menjadi penanda usianya yang kini enam. 


Untukmu, Faradiba : Semoga Pemilik Semesta selalu menjagamu, memberkahimu dengan kesehatan yang prima dan kasih sayang yang berlimpah, juga memberimu banyak kebaikan sepanjang usia ~


(Hari Ibu, 22 Desember 2024)

Wednesday, November 20, 2024

Birthday : A Time to Contemplate

 

Let's start with this : no one would buy a cake for everyday. But, most of the time, beautiful cake has a special way of creating a joy. It represents the joy and sweetness of life, especially for her. It isn't about a celebration, but it's about how she associate her emotions with it. Because It brings her favorite people together. Especially for the moment of Eid Al-Fitri or birthday, the most favorite day in her life.


Thinking about those day in her life, she knows what she truly needed - a time to contemplate. Taking time to pause. Let herself feel deep. Re-evaluate everything. Every part of her life. How her relationship with Allah SWT, how her relationship with family, how her relationship with other people. Contemplate her own fault. Contemplate how blessed she is for all the good friends in her life. Contemplate how grateful she is for the hard lessons and the wonderful memories in life. 


It was Wednesday, the 20nd of November

The Day when Her Creator Choose for Her





~ Birthday Cake, surprise from My Lovely Sister, Mbak Amar ~


~ Jazakillahu khoir for the surprise & the friendship. 12 years and forever ~


Aku tak pernah sekalipun menceritakannya. Bukan, bukan karena dia tak istimewa. Justru karena ketulusan atas semua kebaikannya tak bisa ku gambarkan dengan apapun. Sudah berapa purnama yang ia lewatkan bersamaku meskipun kami sempat beberapa tahun terpisah jauh. Dua belas tahun bagiku bukan waktu yang sebentar untuk saling mengetahui dan memahami satu sama lain. Menerima diri yang biasa-biasa saja ini. Termasuk mengenal dan mencintai keluargaku. Dia yang juga menyayangi anak-anak dengan hati dan jiwanya ~



~ With my bodyguard ~


Sometimes, she's still somehow strangely nostalgic for the old days, where life was simple and quiet, where life was cute and beautiful like her favorite cake. The days where she could find peace in every pages books she read. Also the days where she made a super big mistakes.


But, all of it, has brought her to this moment, today. The miracles to describe how Allah SWT really loves her. To guide her being a better mom and a better Muslim. 


May this day raise brightly, this year beautifully and life be blessed eternally (like her husband said)


Eat the cake with great pleasure, said "Aamiin" to every doa and enjoy the day with the heart full of Alhamdulillah ~

Monday, November 11, 2024

Rediscovering Sisterhood. Let's Go Higher and Deeper ~

 

My Dear Gorgeous Sister...


~ Bestie ~


~ Sister Fillah until Jannah ~



Thank you for coming into my life. I choose you and thank you for choosing me too. No, no, not because we often meet and connected. Not because our life partner is a workmate. Not because we always agree on everything. Not because we have the same opinion or personalities. But because our interests allow us to forge bond based on something much more deeper. I want all of you, be a paragraph in my life's stories I want to be remembered. To see the world on similar lenses. 



I remember the moment when we first met at an Iftaar gathering event on the last week of March. The moment we reconnect in the second met at Segoro Gunung on September. It's really a bonding experience. Of course we immediately clicked over our shared profession as a wife, lol. From the little seeds and then blossom. Naturally gravitates toward you for some reasons that I can’t explain. Share things in real life. Even the real profession of our lives looked pretty different :


Mbak Yaya, a lovable lecturer, four years younger than me. Mbak Chekly, a cheerful candidate for head of village, two years younger than me. Mbak Nisa, a bright spark teacher, three years older than me. And me... a little poetristic housewife.


We came from different level of age, but all of you and I both were appropriate


I know for real, it takes a lot of times to built strong bond and not always easy to make friends in adulthood. It's difficult to grow with some people if we're both growing in opposite paths. But I often hear that we will be friends with those whom our souls recognize. And I just want a friend who support me on my relationship with Allah. True friends that love and remind each others of Allah SWT. 



~ Little Miracle that Allah SWT Puts in My Life ~






Alhamdulillah ! We achieved the seemingly unachievable. We've learned how to stay close. Trying to understand each other's perspective and known on deeper level. Feel joy and comfort in each other's talk. Express our deepest thoughts. Making some plans into action. I see the full effort all of you put in. The kindness that you show me in a warm ways. Set out to meet, look out for each other, to listen and see where it goes in a simple-beautiful ways.


Sometimes, all woman needs is an ear to listen. We did it. But, you know, more than that, I'm grateful our values are aligned : Tawakkul as copying mechanism in friendship. Truly believe that the ones worth keeping around are those who makes us to be a better Muslim and human being. I can find parts of myself and still have fun with you. And the most important thing, it isn't just one-sided thing :)


Maybe... Someday... We're not made for deep conversations. We're making mistakes and heartbreaks. Unawareness or self-centerness at times. But, I always hope we learn from those experience, talk about it well, practice forgiveness and grow as a person.



Ya Allah... Anugerahilah kami hati yang bisa mencintai teman-teman kami hanya karena mengharap keridhaan-Mu {Ibnu Umar}



With you... My girls who I cherish and admire. My girls who loves me for the same reason. My girls who value me for who I am. I love you for the sake of Allah ~


Wednesday, November 6, 2024

Kembali ke Alam

 

Pergi ke alam, walaupun sebentar, ternyata cukup ampuh menjadi terapi untuk menenangkan diri dari berbagai kesibukan tanpa jeda. Keinginan itu akhirnya terpenuhi sebulan lalu ketika kami berplesir ke kediaman salah satu teman di Desa Segoro Gunung, Karanganyar.





Segoro Gunung


Kami sampai ketika waktu menunjukkan pukul sebelas lebih, hampir mendekati Dhuhur. Ajaibnya, udara masih terasa sejuk dan segar. Tak ada bising motor kebut-kebutan. Aku sempat berkeliling sebentar. Suasananya mirip-mirip dengan desa tempat tinggal ayah selepas pensiun. Lingkungannya terasa hidup, hijau-hijau sejauh mata memandang. Vibes-nya seperti game Harvest Moon. Sebagai orang yang dikit-dikit gobyosan, di sini aku merasa bisa bernafas dan bergerak dengan lebih leluasa.






Lihat hamparan langit di belakang atas kita ~






Orang-orang di Desa Segoro Gunung, rupanya terbiasa menghadirkan makanan sehari-hari dari bahan mentah yang dihasilkan sendiri dengan bercocok tanam atau berkebun di pekarangan rumah. Ada pula yang bertani bersama kelompok lain. Pagi-pagi sekali, mereka sudah berangkat dengan membawa bekal. Karena berada pada dataran tinggi, sayur mayur bertumbuh baik di sini. Beberapa hasilnya seperti kentang, tomat, wortel, kubis, kol, buncis, sawi, daun bawang dan lainnya, mereka sulap menjadi menu makanan untuk disantap bareng keluarga. Sangking berlimpahnya, boleh ku tebak, mereka tak mungkin mengalami defisit bahan makanan. 


Terlepas dari problematika yang mereka hadapi yang barangkali aku tidak tahu, bagiku, merekalah garda terdepan pelestari alam. Sebab, merekalah orang-orang yang hidup berdampingan dengan alam. Merekalah orang-orang yang terlibat langsung dengan produksi bahan makanan kita. Merekalah petani-petani sayur yang survive memanfaatkan lingkungan di sekitarnya. Air alam betul-betul dimanfaatkan untuk mengairi lahan dan menyirami sayur mayurnya. Kalau sedang tidak punya stok sayur, mereka biasa langsung nyuwun ke tetangga. Seperti yang diceritakan oleh ibu teman kami. 


Di sisi kehidupan yang lain, hidup di desa ternyata juga tidak sesederhana isi kepalaku. Waktu si Ibu bercerita soal ini, seketika aku jadi teringat cerita ayah yang sama persis. Hajatan bukanlah perkara sepele. Rangkaian acaranya bisa memakan waktu berhari-hari. Tetangga sudah seperti keluarga sendiri. Jadi, kapan pun tetangga punya acara, kita harus siap jadi sobat rewang. Seperti ketika tetangga depan rumah si ibu punya hajatan. Dan, nyatanya, mereka benar-benar tak keberatan sama sekali untuk itu. Senang-senang saja. 


Tepat setelah Dhuhur, Ibu sudah menyuruh kami masuk rumah untuk makan siang. Sop daging sapi, tempe mendoan, ayam goreng plus sambal dan lalapannya sudah melambai-lambai di depan mata. Tak perlu ditanya lagi bagaimana enaknya. Gasss pwoool. Mau nambah, malu, hwahaha. Feel-nya benar-benar berasa dapat banget sebab tahu semua bahan-bahannya dari hasil kebun yang diolah sendiri.


Pesta Sop Daging & Mendoan ~


Tak hanya bahagiaku yang bertumbuh. Plesiran kali ini juga membuka mataku soal kehidupan petani sayur mayur. Waktu kami berpamitan pulang, beliau sibuk membekali kami dengan seplastik penuh oleh-oleh. Tebak isinya apa ? Iya guys... sayur mayur. Untuk pertama kalinya, plesiran, membawa pulang oleh-oleh hasil bumi.




Semoga, sepanjang tahun, tak ada jeda untuk membiarkan lahan terbengkalai tanpa tanaman sayur mayur yang tumbuh subur, di sini ~